I Want to Die

Sebenarnya, hampir setiap hari, aku merasa ingin cepat mati. Namun, kekadang jadi teringat kalau mati tidak semudah itu dan tentu pertanggung jawaban tentang apa yang telah aku lakukan di dunia, juga tidak semudah itu.

Punya beban sebagai anak perempuan pertama yang harus selalu tersenyum di depan orang tua, tegar dihadapan adik-adik, memiliki wibawa dihadapan orang lain. Membawaku pada kebiasaan memendam perasaan sendirian. Jika kamu bertanya, gimana rasanya? Aku saja kadang bingung dengan perasaanku sendiri.

Diluar beban di atas, hal yang paling aku benci ketika menjadi seorang anak perempuan adalah dibandingkan dengan anak perempuan yang lain. Aku selalu berusaha keras menjadi anak yang baik - dalam agamaku kami menyebutnya shalihah - tetapi masih saja semuanya kurang. Aku berusaha menjadi anak yang mandiri, juga masih saja kurang.

Ketika sudah berasa diposisi itu, aku seringkali berpikir pendek untuk sekadar mencoba kabur dari kehidupanku, ingin mencoba mengakhiri hidup, ingin pergi jauh-jauh dari kota. Kekadang juga menghayal sesuatu yang 'mungkin' akan indah seperti "menikah dengan seseorang yang mengerti aku," atau sekadar dapat sandaran untuk bercerita. Hahaha, itu semua kedengarannya mustahil.

Hingga saat ini, aku hanya memikirkan, "kapan aku dijemput?" "Kapan bisa nyusulin Abang?" Atau juga kadang begini, "apa kalau aku meninggal, ada yg bakal ingat aku?"

Huhu...

Emosional-emosional yang tidak pernah aku salur ini, terkadang bikin aku juga merasa memang hidupku akan pendek. Entah pendek karena takdirnya dimatikan Allah atau pendek karena kelakuanku sendiri (maksudnya, aku mengakhiri sendiri).

Merasa pendek kehidupan itulah yang membuat aku juga berpikir menikah sebenarnya bukan orientasiku. Bahkan aku berpikir tidak ingin menikah :') aku takut. Takut tidak dapat jadi pasangan yang baik untuk suamiku nanti, takut jadi orang tua yang gagal, takut jadi menantu yang gak bisa berbakti, bahkan takut pernikahan juga gagal. Kalau ada yang nanya, "beneran sekarang gak mikir nikah?" Aku berani jawab iya. Bahkan ketika kemarin ikut kajian pra nikah, diberi keutamaan menikah, aku tetap kukuh dengan ketakutanku akan masa depan itu.

Hmmm..

Sepanjang jalan malam ini, aku pulang naik motor sambil nangis, sesekali gas motor aku tancap tinggi, gak banget sih tingginya, 60km/jam aja. Nangis dengan alasan aku bingung harus cerita apa, bingung harus ngapain selain nangis. Rasanya hhhh...

Jadi kapan ya, aku bisa pergi dari dunia yang ini? :'))

Doain ya fren, doain emosiku gak meledak suatu saat nanti. Semoga saja nanti aku pulang dalam keadaan yang memang sebaik-baiknya keadaan. Bukan karena dorongan dan paksaan (dari jiwa yang gak baik).

Komentar

Postingan Populer